Jan 19, 2010

Qaryah Thayyibah; Sekolah Bermutu dengan Biaya Murah



Melihat dan mendengar kata Indonesia di berbagai ruang dan waktu seringkali menimbulkan rasa pesimisme tentang seperti apa masa depan bangsa ini akan menjadi. Berita tentang berbagai kebobrokan hampir seluruh aspek kehidupan komunitas bangsa ini seolah semakin membuat lutut ini lemas saja. Lihat saja, korupsi semakin terbuka, tawuran, bahkan sebagian anak bangsa ini juga tak malu lagi mengkonsumsi sampah untuk makanannya.
Kebobrokan ini juga menimpa dunia pendidikan di negeri ini. Lihat saja, dari soal minimnya fasilitas fisik sekolah-sekolah yang negeri, kurangnnya kualitas guru, minimnya gaji guru sampai soal jual beli skripsi bagi mereka yang ikut program penyetaraan sarjana demi kenaikan gaji yang katanya sampai 2 kali lipat.
Namun, di tengah nestapa tersebut ternyata masih banyak pula "keajaiban" yang muncul. Keajaiban yang jadi semacam oase di tengah gurun. Salah satunya adalah yang muncul di ranah pendidikan. Ditengah fenomena kesenjangan pendidikan antara yang kaya dan yang miskin yang itu berarti juga kesenjangan dalam hal kualitas, kini muncul fenomena pendidikan alternatif. Pendidikan itu bernama Qaryah Thayyibah. Sekolah alternatif yang digagas oleh pemuda bernama Bahruddin di sebuah daerah di Salatiga, Jawa Tengah.
Saya sendiri pertama kali mengetahui fenomena tersebut hanya dari media VCD kompilasi dari berbagai acara TV. Namun, dari tayangan itu saja saya dapat melihat semangat gerakan alternatif yang mampu memberikan jawaban bagi kesenjangan pendidikan yang ada. Pendidikan yang diselenggarakan dalam bentuk sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah (SMP) ini benar-benar menawarkan sesuatu yang berbeda. Perbedaannya tidak hanya terlihat dari kesederhanaan bangunan yang ada. Sekolah ini menempati sebuah rumah warga dan tidak memiliki bangunan megah layaknya sekolah-sekloah modern. Namun belajar, bagi mereka, menjadi hal yang menyenangkan. Belajar bukan lagi menjadi beban. Proses belajar diselenggarakan dengan cara yang tidak kaku. Gurupun bukan hanya sebagai penyampai materi, tapi menjadi partner belajar. Mereka juga dikenalkan dengan lingkungan dengan cara menyatukan mereka dengan lingkungan sekolah mereka, baik lingkungan alam maupun lingkungan masyarakat sekitar.
Dengan gedung yang sederhana, bukan berarti mereka menerima pendidikan alakarnya. Fasilitas internet 24 jam juga tersedia di sekolah ini. Tidak dengan komputer yang serba wah memang, namun siswa bisa menggunakannya kapan saja. Tentu saja ini membuat siswanya melek internet. Biaya yang dikeluarkan oleh orang tua siswa juga tak harus membuat mereka terbebani. Rp 15.000 tentu harga yang sangat murah untuk sebuah proses pendidikan yang berkualitas. Ternyata Qaryah Thayyibah mampu membuktikan bahwa kaualitas yang bagus tidak selalu identik dengan biaya yang mahal. Yang diperlukan hanya dedikasi. Inilah yang telah banyak hilang dari komunitas bangsa ini.
Saya membayangkan model seperti ini juga dikembangkan di berbagai daerah di tanah air ini. Banyak ormas di indonesia tentunya yang sangat berpotensi mengembangkannya.

No comments: